Perkembangan akupunktur di Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain tidaklah tertinggal. Hidupnya cara pengobatan akupunktur di Indonesia seumur dengan adanya perantau China yang masuk ke negara kita. Mereka membawa kebudayaanya termasuk pengobatan akupunktur ke Indonesia. Hanya saja pada saat itu masih berkembang di lingkungan mereka dan sekitarnya. Selanjutnya sejak tahun 1963, Departemen kesehatan dalam rangka melakukan penelitian dan pengembangan cara pengobatan timur termasuk akupunktur, atas instruksi mentri kesehatan waktu itu (Prof. Dr. Satrio), telah membentuk tim riset ilmu Pengobatan ilmu tradisional timur. Maka sejak saat itu praktik akupunktur diadakan secara resmi di RS Cipto Mangunkusumo. Kemudian pada tahun 1975, makin bermunculan organisasi-organisasi seminat akupunktur untuk mengembangkan pengobatan tersebut. Diantaranya adalah Ikatan Akupunkturis Indonesia (IAI), Persatuan Akupunktur Indonesia (PAI), dan Ikatan Neuropati Indonesia (INI).
Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, muncul Undang undang No.8 tahun 1985 tentang keormasan, dimana untuk organisasi seminat diminta untuk melebur/berfusi menjadi satu, maka pada tahun 1986 IAI dan PAI melebur menjadi PAKSI (Persatuan Akupunkturis Seluruh Indonesia). Kemudian pada tahun 1990 muncul Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Direktorat Jendral (Dirjen) yaitu Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depkes RI dengan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olah Raga (Diklusepora) Depdikbud RI No.3665/Binkesmas/DJ/III/90 dan No.Kep.17/E/L/1990, dimana Dirjen Diklusepora akan mencetak tenaga akupunkturisnya sedangkan Dirjen Binkesmas Depkes RI akan menampung para lulusanya.
Masih pada tahun yang sama (1990) di Jawa Timur muncul suatu bentuk kelembagaan atas kerjasama antara pusat penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI dengan dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAKSI Jawa Timur bernama Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Akupunktur (LP3A), tepatnya tanggal 7 april 1990. Selanjutnya dari labolatorium inilah bersinar cahaya ilmu akupunktur di jawa timur khususnya dan Indonesia umumnya. Dengan segala keterbatasan sumber daya saat itu ilmu akupunktur mulai setapak demi setapak dikembangkan. Dan pada tahun 1992 laboratorium ini mengikuti Pameran Riset dan teknologi Nasional di Jakarta dengan membawa misi memperkenalkan ilmu akupunktur pada khalayak ilmiah sebbagai suatu ilmu yang bisa dikembangkan secara ilmiah. Berawal dari pameran, yang merupakan "Open House" dari Laboratorium dan PAKSI, Pengobatan akupunktur mulai banyak diperhatkan. Selanjutnya dalam rangka pengembangan ilmu akupunktur lebih lanjut LP3A mulai merajut kerjasama dengan berbagai instansi seperti Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Fakultas MIPA Unair, RS Berthesda Yogyakarta, PMI dan lain lain. Kerja sama yang dilakukan terutama dalam hal penelitian dan juga pelatihan teknologi tepat guna pada jajaran PMI.
Pada tahun 1994 yang merupakan awal dari Repelita VI, akupunktur dimasukan dalam progam prioritas dari Dirjen Binkesmas Depkes RI. Selanjutnya pada tahun 1965 dirajut hubungan kerjasama dengan BPPT untuk pembuatan awal alat diagnostik. Kemudian pada tahun yang sama dibentuk suatu Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional dan diresmikan oleh Sekertaris Jendral Departemen Kesehatan RI, dimana sentra itu berperan sebagai leading sektornya.
Seiring berjalanya waktu perkembangan LP3A juga semakin pesat dan pada tahun 1996 menggalang kerjasama dengan Victoria Univesity dari Australia. Kerjasama ini dalam bidang pengembangan SDM dan riset tentang akupunktur. Kemudian pada tahun yang sama dikeluarkan suatu Permenkes No.1186/Menkes/Per/XI/1996 tentang Permanfaatan Akupunktur di sarana pelayanan kesehatan. Sehingga sejak dikeluarkanya Permenkes tersebut, Puskesmas dan Rumah Sakit boleh megadakan pelayanan akuunktur untuk pengobatan dan pencegahan penyakit. Selanjutnya dunia akupunktur Indonesia dicerahkan dengan adanya pengakuan secara ilmu akupunktur di dunia pendidikan kedokteran dengan lulusanya seorang putra Indonesia dari Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Depkes RI sebagai seorang Doktor Akupunktur pertama di Indonesia tahun 1999 yaitu Dr. Koosnadi Saputra,dr.,Sp.R Disertai yang telah diterima berjudul Profil Tranduksi Rangsang Titik Akupunktur Kelinci. Penelitian eksperimental yang membuktikan keberadaan titik akupunktur pada kaki belakang kelinci dan perbedaan sifat kelistrikan serta aktivitasnya dalam distribusi ion kalsium dengan bukan titik akupunktur.
Dalam perkembanganya, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan akupunktur semakin meningkat, sehingga saat ini telah terbentuk Pnedidikan Akupunktur jenjang Diploma Tiga (Ahli Madya Akupunktur) berasal dari Kepmenkes RI No.1277/Menkes/SK/VIII/2003 tanggal 29 Agustus tahun 2003 tentang tenaga akupunktur lulusan D3 merupakan salah satu tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok keterapian fisik.
Saat ini sedang dipersiapkan tentang pengaturan pelayanan pengobatan tradisonal, yang memuat antara lain pelayanan akupunktur dan proses perizinan bagi pelaksana terapi akupunktur. Permenkes juga mengatur pelayanan dan pengobatan tradisional yang lain yang dilakukan oleh warga negara asing, serta persyaratanya dalam rangka mengantisipasi globalisasi sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tanggal 24 Juli 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar